Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Inklusifitas Sebagai Identitas, ‘Terbukti Berpengalaman Bukan Bualan

SAAT itu waktu menunjukkan pukul 13.12 WIB, seorang pria berambut panjang masih menunggu dengan gelisah di warung makan yang bahkan dirinya tak sempat menghafal namanya.

Dia adalah Frans Sembiring, Ketua Tim Prodi–yang selama ini dikenal dengan sebutan Bang Frans. Sembari berkali-kali menghisap sebatang rokok, pria berperawakan hitam tersebut menunggu dalam gelisah.

Adalah rombongan pasangan calon kepala daerah Kota Lubuk Linggau nomor urut 01, H Rodi Wijaya dan Imam Senen yang menjadi ‘tungguan’ dirinya.

Keduanya akan menghadapi sebuah pertarungan dan pertaruhan untuk membuktikan klaim “Terbukti Berpengalaman” yang mereka gaungkan selama ini.

Gagasan itu akan diadu pada debat perdana calon kepala daerah Kota Lubuk Linggau yang diselenggarakan oleh KPU Kota Lubuk Linggau, Rabu (30/10/ 2024) di Gedung Bagasraya, tepat di sebelah dia berdiri.

Sebenarnya gelisahnya dia bukan karena menunggu kedatangan, namun lebih pada pembuktian. Tak tahan menunggu lama, kakinya pun tak kuasa menahan langkah.

Pria berpostur rata-rata itu tiba di depan pintu ruangan utama yang dijaga ketat oleh aparat keamanan, pakai metal detector segala.

Dia sempat tertahan tak bisa masuk karena Id Card yang dibagi pihak panitia tak merata. Ya, tampaknya sebagian yang datang memang bukan tamu prioritas, bahkan untuk masukpun seolah tak pantas.

Belum sempat menempelkan tulang ekor ke lantai, rombongan mobil yang mengangkut ROIS tiba dengan konvoi santai. Satu, tiga, empat, enam, ada banyak mobil memasuki arena, tak hanya itu, para simpatisan yang berjalan kaki mengekor riang tampak di ujung sana.

Tak ada gurat malas, apalagi lemas. Semuanya bersemangat dengan gandengan yang semakin erat.

Masuk pria dengan kumis tebal itu dalam ruang debat, jangan tanya dengan apa dia berakrobat, sampai bisa masuk dengan selamat.

Gelisah itu masih ada, bisakah ROIS meredamnya? Atau bahkan menjadi tambah. Bagaimana kalau ROIS tidak paham program, bagaimana kalau argumen ROIS tenggelam, bagaimana kalau lawan hebat bak singa yang mencengkram. Bisa-bisa, “Terbukti Berpengalaman” akan menemui tempatnya karam.

Para pendukung ROIS mulai masuk satu persatu, duduk dengan rapi di kursi sebelah kiri. Kami pandang, seolah tak ada doktrin tentang seragam. Semua bebas hendak menggunakan apa.

Ada yang menggunakan rompi hitam, rompi putih, kemeja, sampai kaos oblong. Di kepala, ada yang pakai peci, topi, sampai blangkon.

Bertanya dia pada Sang Panglima, Rahman Sani, mengapa tidak memakai satu seragam saja, hitam semua atau putih tanpa celah.

Rahman Sani tersenyum lalu berujar, “Bagi ROIS, inklusifitas adalah identitas”.

Tak ia teruskan, satu kalimat singkat itu, menjawab semuanya. ROIS mengizinkan masing-masing tim menggunakan almamater kebesaran organisasi relawannya atau bahkan, hanya polosan.

Karena keberagaman adalah harta yang tak tergantikan. Kemerdekaan manusia adalah segalanya, termasuk selera dan pikirannya.

Begitupun dengan penutup kepala, ada topi, peci, blangkon dan jilbab, menjelaskan keberagaman yang harus dilestarikan.

Waktu pembuktian kian dekat, kandidat naik ke atas panggung dengan cepat. Terlihat ROIS begitu tenang melangkah, kepercayaan diri keduanya memancar ke seluruh penjuru arah.

Dengan senyum menawan dan intonasi yang tak berlebihan, Rodi Wijaya mulai menguasai panggung.

Pertanyaan-pertanyaan panelis dijawab tanpa canggung. Imam Senen mulai menunjukkan kebijaksanaannya yang membumi.

Rodi Wijaya dan Imam Senen terlihat sangat menikmati debat dengan penjelasan-penjelasan lugas dan tuntas.

Teriakan dukungan dari kursi penonton membuat acara tak monoton. Lebih menarik walaupun sedikit mengusik.

ROIS menguasai betul permasalahan yang ditanya, mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pelayanan sampai pasar siap diatur.

Segmen 3 sampai 8 tampaknya menjadi panggungg utama ROIS untuk menunjukkan dan memastikan bahwa pengalaman itu penting.

Disaat paslon lain tak mampu menjawab dengan benar pertanyaan tentang patologi birokrasi, ROIS sigap menjelaskan semuanya, masalahnya, kenyataannya serta solusinya.

Belum lagi bercerita tentang BPJS, Rodi Wijaya mampu membalikkan serangan menjadi kekuatan. Fasih dia menjabarkan dan menerangkan, sehingga tak perlu dua kali untuk kita mengerti.

Closing statement pun sangat mengharukan, sampai-sampai tak ingin rasanya usai.

Mungkin kekhawatiran dia terlalu didramatisir, nyatanya ROIS memang betul menguasai medan, berkat pengalaman yang ditempa sepanjang jalan.

Ternyata, jargon Terbukti Berpengalaman, bukan hanya bualan.

Sepertinya tadi, meski hujan turun deras, tak mampu melunturkan cinta kami kepada ROIS yang semakin berkelas.

Pria itu perlahan pergi, dengan senyum yang menyeringai, dan rompi yang dipakai.

Tertulis nama Frans Sembiring dengan nama relawannya PRODI. Dia semakin teguh untuk memberikan semangat yang laik, membantu ROIS mewujudkan cita-cita kota yang terbaik.(*)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *