Oleh: Muhammad Minor
Awal tahun 2023 perangkat pemilu turunan KPU dan Bawaslu mulai dari PPS, PKD, PPK, Panwascam mulai berjalan sesuai koridor masing-masing. Sedari awal mereka yang bertugas “menyerahkan diri” untuk terlaksananya pemilu yang sejalan dengan amanat undang-undang. Demi terciptanya Pemilu 2024 Berintegritas.
Resiko menjadi panitia dan menjadikan pilihan ini jalan hidup. Letih tapi tak tertatih, banyak informasi bahkan aturan yang mendesak untuk dilaksanakan. Terbuka lebarnya sumber informasi yang akurat, berdampak pada kemudahan. Pun sebaliknya, banyak pula yang cemooh terhadap tugas pelayan yang kepemiluan, agenda lima tahunan.
Namun, seolah-olah pemilu ini hanya hajatan KPU dan Bawaslu hingga ketingkat bawah, berjibaku untuk menggaungkan pemilu ini, utamanya sukses pelaksanaan. Mereka hanya berkutat apakah pemilu berlangsung proporsional terbuka atau tertutup. Disimak dan dilaksanakan dengan baik.
Padahal pada verfak parpol bakal calon peserta pemilu 2024, tercatat hampir ditiap tingkatan kelurahan dan kecamatan, tersebar kader namun segelintir yang mendengungkan pemilu sukses itu seperti apa, mendukung prosesnya pemilu, tanpa memberikan pengajaran politik terhadap masyarakat disekitar mereka yang awam terhadap pemilu itu sendiri.
Mereka sibuk, atau menyibukkan diri, agar dikenal dan dianggap loyal. Penetapan dapil dan TPS yang baru baru ini diinformasikan KPU, bahkan menjadi kesibukan mereka untuk mendistribusikan caleg dan bagi-bagi lapak mengabaikan peran pelaku suksesnya pemilu ini, yakni KPU dan bawaslu.Setali tiga uang, Media Sosial atau Medsos. Sikap pro kontra para pendukung partai penguasa dan oposan berseliweran dimedsos. Simpulnya bahwa negeri ini masih yakin bahwa penyelesaian persoalan bangsa adalah melalui pemilu.
Karena sudah tercipta menjadi suatu budaya maka tantangan bagi kandidat maupun parpol peserta Pemilu tetap saja berkaitan dengan biaya politik yang mahal karena anggapan yang instan untuk meraup suara adalah dengan cara money politic. Tentu saja pada satu kelompok akan menonjolkan politik identitas sebagaiĀ jargon. Rendahnya representasi partai politik, dan keberadaan masyarakat yang hanya beranggapan sebagai pemilih saja. Tak lebih.*
*Penulis adalah Anggota PPK Lubuklinggau Utara II